Senin, 08 Juli 2013
Senin, 01 Juli 2013
Kamis, 31 Januari 2013
Sabtu, 03 November 2012
Senin, 08 Oktober 2012
Mari Sholawat kepada Nabi
10.13
Fsi Fmipa Unand
No comments
Diantara hak Rasulullah yang
disyariatkan Allah kepada umatnya yaitu mereka yang mengucapkan sholawat dan
salam kepadanya. Penjelasan ini diperintahkan langsung oleh Allah dalam Q.S
Al-Ahzab:56 yang berbunyi :
إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَـٰٓٮِٕڪَتَهُ ۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِىِّۚ
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ صَلُّواْ عَلَيۡهِ وَسَلِّمُواْ
تَسۡلِيمًا
سُوۡرَةُ الاٴحزَاب
سُوۡرَةُ الاٴحزَاب
"Sesungguhnya Allah dan para
malaikat-Nya bersholawat kepada nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawat
lah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya."(Al-Ahzab:56).
Diriwayatkan bahwa makna sholawat
Allah kepada nabi adalah pujian atas beliau di hadapan para malaikat-Nya,
sedangkan bentuk sholawat para malaikat berarti mendoakannya, sedangkan
sholawat umatnya berarti permohonan ampun untuknya.(Demikian seperti yang
disebutkan Al-Bukhari dari Abul 'Aliyah).
Dari ayat di atas bahwasanya Allah
memuji Rasul di hadapan para malaikt-Nya dengan menyebut tentang kedudukan
Rasul di tempat yang tertinggi. Dan para malaikat seraya bersholawat mendoakan
untuknya. Kemudian Allah menyeru seluruh penghuni alam agar mengucapkan
sholawat dan salam atasnya, sehingga bersatulah pujian untuk beliau di alam
yang tertinggi dengan alam terendah (dunia).
melainkan, menghimpunnya menjadi satu yaitu Shollallahu 'alaihi wasallam
Nah, dari itu teman-teman,mari kita memperbanyak sholawat kepada Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasallam.Semoga kita dipertemukan oleh Allah dengannya di jannah kelak. Amin. :)
Ya, Allah... kami umat Muhammad
sangat rindu kepanya Ya Allah, pertemukanlah kami dengannya di syurga. Amin.
:'-)
Minggu, 24 Juni 2012
Jangan Galau, Allah Bersama Kita! Inilah 4 Ayat Anti Galau!
23.27
Fsi Fmipa Unand
No comments
Oleh: Zakariya Hidayatullah
Mahasiswa STID Muhammad Natsir
Zaman sekarang berbagai masalah makin kompleks. Entah itu komplikasi dari masalah keluarga yang tak kunjung selesai, masalah hutang yang belum terbayar, bingung karena ditinggal pergi oleh sang kekasih, ataupun masalah-masalah lain. Semuanya bisa membuat jiwa seseorang jadi kosong, lemah atau merana.
“Galau!!” merupakan sebuah kata-kata yang sedang naik daun, di mana kata-kata itu menandakan seseorang tengah dilanda rasa kegelisahan, kecemasan, serta kesedihan pada jiwanya. Tak hanya laku di facebook atau twitter saja, bahkan di media televisi pun orang-orang seakan-akan dicekoki dengan kata-kata “galau” tersebut.
Pada dasarnya, manusia adalah sesosok makhluk yang paling sering dilanda kecemasan. Ketika seseorang dihadapkan pada suatu masalah, sedangkan dirinya belum atau tidak siap dalam menghadapinya, tentu jiwa dan pikirannya akan menjadi guncang dan perkara tersebut sudahlah menjadi fitrah bagi setiap insan.
Jangankan kita sebagai manusia biasa, bahkan Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam pun pernah mengalami keadaan tersebut pada tahun ke-10 masa kenabiannya. Pada masa yang masyhur dengan ‘amul huzni(tahun duka cita) itu, beliau ditinggal wafat oleh pamannya, Abu Thalib, kemudian dua bulan disusul dengan wafatnya istri yang sangat beliau sayangi, Khadijah bintu Khuwailid.
Sahabat Abu Bakar, ketika sedang perjalanan hijrah bersama Rasulullah pun di saat berada di dalam gua Tsur merasa sangat cemas dan khawatir dari kejaran kaum Musyrikin dalam perburuan mereka terhadap Rasulullah. Hingga turunlah surat At-Taubah ayat 40 yang menjadi penenang mereka berdua dari rasa kegalauan dan kesedihan yang berada pada jiwa dan pikiran mereka.
Jangan Galau, Innallaha Ma’ana!
Allah Ta’ala berfirman, “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kami” (QS. At Taubah: 40)
Ayat di atas mungkin dapat menjadikan kita agar lebih merenungi lagi terhadap setiap masalah apapun yang kita hadapi. Dalam setiap persoalan yang tak kunjung terselesaikan, maka hadapkanlah semua itu kepada Allah Ta’ala. Tak ada satupun manusia yang tak luput dari rasa sedih, tinggal bagaimana kita menghadapi kesedihan dan kegalauan tersebut.
Adakalanya, seseorang berada pada saat-saat yang menyenangkan, tetapi, ada pula kita akan berada pada posisi yang tidak kita harapkan. Semua itu sudah menjdai takdir yang telah Allah Ta’ala tetapkan untuk makhluk-makhluk Nya.
Tetapi, Allah Ta’ala juga telah memberikan solusi-solusi kepada manusia tentang bagaimana cara mengatasi rasa galau atau rasa sedih yang sedang menghampiri jiwa. Karena dengan stabilnya jiwa, tentu setiap orang akan mampu bergerak dalam perkara-perkara positif, sehingga dapat membuat langkah-langkahnya menjadi lebih bermanfaat, terutama bagi dirinya lalu untuk orang lain.
Berikut ini adalah kunci dalam mengatasi rasa galau;
1. Sabar
Hal pertama yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika menghadapi cobaan yang tiada henti adalah dengan meneguhkan jiwa dalam bingkai kesabaran. Karena dengan kesabaran itulah seseorang akan lebih bisa menghadapi setiap masalah berat yang mendatanginya.
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar” (Qs. Al-Baqarah 153).
Selain menenangkan jiwa, sabar juga dapat menstabilkan kacaunya akal pikiran akibat beratnya beban yang dihadapi.
2. Adukanlah semua itu kepada Allah
Ketika seseorang menghadapi persoalan yang sangat berat, maka sudah pasti akan mencari sesuatu yang dapat dijadikan tempat mengadu dan mencurahkan isi hati yang telah menjadi beban baginya selama ini. Allah sudah mengingatkan hamba-Nya di dalam ayat yang dibaca setiap muslim minimal 17 kali dalam sehari:
“Hanya kepada-Mulah kami menyembah, dan hanya kepada-Mulah kami meminta pertolongan” (QS. Al Fatihah 5).
Mengingat bahwa manusia adalah makhluk yang banyak sekali dalam mengeluh, tentu ketika keluhan itu diadukan kepada Sang Maha Pencipta, maka semua itu akan meringankan beban berat yang selama ini kita derita.
Rasulullah shalallahi alaihi wasallam ketika menghadapi berbagai persoalan pun, maka hal yang akan beliau lakukan adalah mengadu ujian tersebut kepada Allah Ta’ala. Karena hanya Allah lah tempat bergantung bagi setiap makhluk.
3. Positive thinking
Positive thinking atau berpikir positif, perkara tersebut sangatlah membantu manusia dalam mengatasi rasa galau yang sedang menghinggapinya. Karena dengan berpikir positif, maka segala bentuk-bentuk kesukaran dan beban yang ada pada dalam diri menjadi terobati karena adanya sikap bahwa segala yang kesusahan-kesusahan yang dihadapi, pastilah mempunyai jalan yang lebih baik yang sudah ditetapkan oleh Allah Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya;
“Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Qs Al-Insyirah 5-6).
4. Dzikrullah (Mengingat Allah)
Orang yang senantiasa mengingat Allah Ta’ala dalam segala hal yang dikerjakan. Tentunya akan menjadikan nilai positif bagi dirinya, terutama dalam jiwanya. Karena dengan mengingat Allah segala persoalan yang dihadapi, maka jiwa akan menghadapinya lebih tenang. Sehingga rasa galau yang ada dalam diri bisa perlahan-perlahan dihilangkan. Dan sudah merupakan janji Allah Ta’ala, bagi siapa saja yang mengingatnya, maka didalam hatinya pastilah terisi dengan ketenteraman-ketenteraman yang tidak bisa didapatkan melainkan hanya dengan mengingat-Nya.
Sebagaimana firman-Nya:
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram” (Qs Ar-Ra’du 28).
Berbeda dengan orang-orang yang lalai kepada Allah, yang di mana jiwa-jiwa mereka hanya terisi dengan rasa kegelisahan, galau, serta kecemasan semata. Tanpa ada sama sekali yang bisa menenangkan jiwa-Nya.
Tentunya, sesudah mengetahui tentang faktor-faktor yang dapat mengatasi persoalan galau, maka jadilah orang yang selalu dekat kepada Allah Ta’ala. Bersabar, berpikir positif, mengingat Allah, serta mengadukan semua persoalan kepada-Nya merupakan kunci dari segala persoalan yang sedang dihadapi. Maka dari itu, Janganlah galau, karena sesungguhnya Allah bersama kita. [voa-islam.com]
Rabu, 16 Mei 2012
17.17
Fsi Fmipa Unand
No comments
Sungguh banyak pertanyaan dari teman-teman tentang hukum pacaran menurut Islam. Bagi saya yang dibilang pacaran itu bukan harus berdua-duan, apalgi kalau tidak ada mahromnya. Boleh kita mengenali lawan jenis, tapi kita harus mengingat batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh Islam. Karena sebenarnya kita itu memang sudah fitrahnya untuk berpasang-pasangan.Lebih enak mendengarnya kalau kita mengatakan ta'aruf. Orang-orang terdahulu pun mengenal pacaran, tapi konsepnya bukan seperti pacaran di zaman kita, yang harus menuntut untuk selalu berdua. Mungkin tulisan ini insya Allah dapat menjelaskan kepada teman-teman tentang "pacaran" yang benar.Wallahu a'lam.. :)
IbnuQayyim Al-Juziyah (atau Al-Jauziyyah)
sungguhmenakjubkan.Inilah yang kami
rasakanketikamembacabukuterjemahankitabbeliau, RaudhatulMuhibbiin,
yang berjudul Taman Orang-orang JatuhCinta,
terj.Bahrun AI Zubaidi, Lc (Bandung: IrsyadBaitus Salam, 2006).
Bagaimanatidakmenakjubkan?
Di bukusetebal 930 halamantersebut, orang yang jatuhcintaditawari
“rahmatdansyafaat” (hlm. 715 dst.). Selainitu, beliaumengarahkanpembacauntuk
“menyeimbangkandoronganhawanafsudanpotensiakal” (hlm. 29 dst.).
Hal-halsemacaminijarang kami temui di buku-bukupercintaan yang pernah kami
baca.
Memang,
sebagaimanaulama-ulamabesarlainnya, beliau pun menekankan “cintakepada Allah”
dan “cintakarena Allah” (hlm. 550).Namun,
beliauternyatajugamembicarakanfenomena “pacaranislami”, suatutopiksensitif yang
seringdihindaribanyakulama.Beliaumengungkapkannya (bersama-samadenganpersoalan
lain yang relevan) di sub-bab “Berbagaihadits, atsar, danriwayat yang menceritakankeutamaanmemeliharakesuciandiri”
dan “Cinta yang sucitetapmenjadikebanggaan” (hlm. 607-665).
Di situ, kami jumpai istilah “pacaran” muncultujuh kali, yaitu di halaman
617, 621 (lima kali), dan 658. Adapunistilah-istilah lain yang menunjukkankeberadaanaktivitastersebutadalah
“bercinta” (hlm. 650), “gayungbersambut” (hlm. 613), “salingmengutarakan rasa
cinta” (hlm. 620-621), “mengapeli” (hlm. 642-643), “berdekatan” (hlm. 617),
dansebagainya.
Sekurang-kurangnya, kami jumpaiada sembilan contoh praktekpacaranislami
yang diceritakanolehIbnuQayyim di situ.Dari contoh-contohitu,
dandariketeranganbeliau di bukutersebut, kami berusahamengenalicirikhas
“pacaranislami” ala RaudhatulMuhibbiin.Inidiatujuhdiantaranya:
1. mengutamakanakhirat
2. mencintaikarena
Allah
3. membutuhkanpengawasan
Allah dan orang lain
4. menyimak
kata-kata yang makruf
5. tidakmenyentuh
sang pacar
6. menjagapandangan
7. sepertiberpuasa
1)
MENGUTAMAKAN AKHIRAT
Pada dua contoh,
pelaku “pacaranislami” ditawarikenikmatanduniawi (zina),
tetapimenolaknyadenganalasanayat QS Az-Zukhruf [43]: 67,
“Teman-temanakrabpadahari [kiamat] itusebagiannyamenjadimusuhbagisebagian yang
lain, kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (hlm. 616 dan 655) Maksudnya, mereka
yang islamitulebihmemilihkenikmatanukhrawidaripadakenikmatanduniawi
(ketikaduamacamkenikmataninibertentangan).
Adapunpadababterakhir,
IbnuQayyim (denganberlandaskan QS Al-Insaan [76]: 12) menyatakan, “Barangsiapa
yang mempersempitdirinya [di dunia] denganmenentangkemauanhawanafsu, niscaya
Allah akanmeluaskankuburnyadanmemberinyakeleluasaan di harikemudian.” (hlm.
918)
2)
MENCINTAI KARENA ALLAH
Pada suatucontoh,
diungkapkansyair: “Sesunggguhnyaakumerasamalukepadakekasihkubilamelakukanhal
yang mencurigakan; danjikadiajakuntukhal yang baik, aku pun berbuat yang baik.”
(hlm. 656)
Syairtersebutmenggambarkanbahwapercintaannya
“menghantarkannyauntukdapatmeraihridha-Nya” (hlm. 550).Menghindarihal yang
mencurigakandanmenerimaajakanberbuatbaikitudiridhaiDia, bukan?
Lantas,
apahubungannyadengan “cintakarena Allah”? Perhatikan:
Yang
dimaksuddengancintakarena Allah ialahhal-hal yang termasukkedalampengertiankesempurnaancintakepada-Nyadanberbagaituntutannya,
bukankeharusannya.Karenasesungguhnyacintakepada Sang Kekasihmenuntut yang
bersangkutanuntukmencintai pula apa yang
disukaiolehKekasihnyadanjugamencintaisegalasesuatu yang dapatmembantunyauntukdapatmencintai-Nyaserta menghantarkannyauntukdapatmeraihridha-Nya danberdekatandengan-Nya.
(hlm. 550)
3)
MEMBUTUHKAN PENGAWASAN ALLAH DAN ORANG LAIN
Pada suatucontoh,
pelaku “pacaranislami” bersyair: “AkupunyaPengawas yang tidakbolehkukhianati;
danengkau pun punyaPengawas pula” (hlm. 628).
Pada satucontohlainnya,
Muhammad bin Sirinmengabarkanbahwa “dahulumereka, saatmelakukanpacaran,
tidakpernahmelakukanhal-hal yang mencurigakan. Seoranglelaki yang
mencintaiwanitasuatukaum,
datangdenganterus-terangkepadamerekadanhanyaberbicaradenganmerekatanpaadasuatukemungkaran
pun yang dilakukannya di kalanganmereka” (hlm. 621).
4)
MENYIMAK KATA-KATA YANG MAKRUF
Pada suatucontoh,
‘Utsman Al-Hizamimengabarkan,
“KeduanyasalingbertanyadanwanitaitumemintakepadaNushaibuntukmenceritakanpengalamannyadalambentuk
bait-bait syair, makaNushaibmengabulkanpermintaannya, lalumendendangkan
bait-bait syairuntuknya.” (hlm. 620)
Pada enam contoh,
parapelakupacaranislami “salingmengutarakan rasa cintanyamasing-masingmelalui
bait-bait syair yang indahdanmenarik” (hlm. 620-621).
Pada suatucontoh,
pelakupacaranislamimengabarkan, “Demi Tuhan yang telahmencabutnyawanya,
diasamasekalitidakpernahmengucapkan kata-kata yang
mesumhinggakematianmemisahkanantaraakudan dia.” (hlm. 628)
5)
TIDAK MENYENTUH SANG PACAR
Pada suatucontoh,
pelakupacaranislamimenganggapjabattangan “sebagaiperbuatan yang tabu” (hlm.
628).
Pada satucontoh lainnya,
pelakupacaranislami “berdekatantetapitanpabersentuhan” (hlm. 621).
Sementaraitu,
IbnuQayyimmengecamgayapacaranjahili di zamanbeliau. Mengutip kata-kata
Hisyambin Hassan, “yang terjadipadamasasekarang,
merekamasihbelumpuasdalamberpacaran, kecualidenganmelakukanhubungansebadan
alias bersetubuh” (hlm. 621).
6)
MENJAGA PANDANGAN
Di antaracontoh-contohitu, terdapat satukasus (hlm.
617) yang menunjukkanbahwasipelakupacaranislami “dapatmelihat” kekasihnya.Akan
tetapi, IbnuQayyimtelahmengatakan “bahwapandangan yang dianjurkanoleh Allah SWT
sebagaipandangan yang diberipahalakepadapelakunyaadalahpandangan yang
sesuaidenganperintah-Nya, yaitupandangan yang
bertujuanuntukmengenalTuhannyadanmencintai-Nya, bukanpandanganalasetan” (hlm.
241).
7)
SEPERTI BERPUASA
IbnuQayyim menyimpulkan:
Demikianlahkisah-kisah
yang menggambarkankesucianmerekadalambercinta.Motivasi yang
mendorongmerekauntuk memeliharakesuciannya paling
utamaialahmengagungkan Yang Mahaperkasa,
kemudianberhasratuntukdapatmenikahibidadarinancantik di negeri yang kekal
(surga). Karenasesungguhnyabarangsiapa yang melampiaskankesenangannya di
negeriiniuntukhal-hal yang diharamkan, maka Allah
tidakakanmemberinyakenikmatanbidadari nan cantik di negerisana…. (hlm. 650)
Olehkarenaitu,
hendaklahseoranghambabersikapwaspadadalammemilihsalahsatu di antaraduakenikmatan
[seksual] itubagidirinyadantiadajalan lain
baginyakecualiharusmerasapuasdengansalahsatunya, karenasesungguhnya Allah
tidakakanmenjadikanbagi orang yang
menghabiskansemuakesenangandankenikmatandirinyadalamkehidupanduniaini, seperti orang
yang berpuasadanmenahandiridarinyabuatnantipadahariberbukanyasaatmeninggalkanduniainimanakaladiabersuadengan
Allah SWT. (hlm. 650-651)
Kamis, 01 Desember 2011
17.53
Fsi Fmipa Unand
No comments
Assalamu'alaikum wr. wb....
"Bintang Anak Soleh / Soleha"
Ketua Panitia : Doni Misrianto
Wakil Ketua : Miming WP
Sekretaris : Amelia Putri
Bendahara : Ira soraya
Hari Pelaksanaan : Jum'at 2/11/11
Tempat : PKM Lt.1
Peserta : Siswa/i TPA
Pendaftaran : 21-30 November 2011
Via sms/Tlp ke no. (085263149422)
Insert : 15.000/peserta
Iyuran wajib 5000/pengurus, kumpul ke masing2 koor.
Bidang galang dana ke alumni
"sekilas y" : info via FB
JURI dari MIPA : Rahman Saputra
PJ Konsumsi, pamplet dan undangan : Heni FIB
PJ perlengkapan : Doni dan Miming
PJ Dokumentasi : Adrian
"Bintang Anak Soleh / Soleha"
Ketua Panitia : Doni Misrianto
Wakil Ketua : Miming WP
Sekretaris : Amelia Putri
Bendahara : Ira soraya
Hari Pelaksanaan : Jum'at 2/11/11
Tempat : PKM Lt.1
Peserta : Siswa/i TPA
Pendaftaran : 21-30 November 2011
Via sms/Tlp ke no. (085263149422)
Insert : 15.000/peserta
Iyuran wajib 5000/pengurus, kumpul ke masing2 koor.
Bidang galang dana ke alumni
"sekilas y" : info via FB
JURI dari MIPA : Rahman Saputra
PJ Konsumsi, pamplet dan undangan : Heni FIB
PJ perlengkapan : Doni dan Miming
PJ Dokumentasi : Adrian
Posted in: Kabar Fsi
Kamis, 04 Agustus 2011
APAKAH HARUS DI BULAN RAMADHAN?
15.05
Fsi Fmipa Unand
No comments
Bulan Ramadhan yang ditunggu oleh kaum Muslimin telah tiba. Kerinduan telah
terobati dan penantian telah berakhir. Selayaknya setiap insane Muslim
memanfaatkan kesempatan emas ini sebelum Ramadhan berlalu. Marilah kita
mengoreksi diri agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahan di masa silam.
Semoga sisa usia yang terbatas dengan ajal ini bisa termanfaatkan dengan
baik untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya dan menjadi penghapus segala
dosa.
Kedatangan bulan Ramadhan teramat sangat sayang bila dibiarkan begitu saja.
Itulah sebabnya, semangat berlomba melakukan kebaikan bergelora pada bulan
yang penuh barakah ini. Namun, haruskah semangat berlomba-lomba ini hanya
ada di bulan ini saja ? Ingat, Allah Azza wa Jalla berfirman :
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan [al-Baqarah/2:148]
Sebagai upaya mengingatkan diri, kami mencoba menyajikan beberapa masalah
yang biasa dilakukan oleh kaum Muslimin di bulan Ramadhan. Selamat menelaah!
1. SEMANGAT BERIBADAH
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah ditanya tentang sebagian
kaum Muslimin yang kurang perhatian terhadap ibadah shalat sepanjang tahun.
Namun, ketika Ramadhan tiba, mereka bergegas melakukan shalat, puasa dan
membaca al-Qur’ân serta mengerjakan berbagai ibadah yang lain. Terhadap
orang seperti ini, Syaikh rahimahullah mengatakan : “Hendaknya mereka
senantiasa menanamkan ketakwaan kepada Allah Azza wa Jalla di dalam hati
mereka. Hendaklah mereka beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dengan
melaksanakan semua yang menjadikan kewajiban mereka di setiap waktu dan
dimanapun juga. Karena, tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan maut
menjemputnya? Bisa jadi, seseorang mengharapkan kedatangan bulan Ramadhan.
Namun, ternyata dia tidak mendapatkannya. Allah Azza wa Jalla tidak
menentukan batas akhir ibadah kecuali kematian. Allah Azza wa Jalla
berfirman :
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
Dan sembahlah Rabb kalian sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)
[al-Hijr/15:99]
Pengertian al-Yaqîn dalam ayat di atas adalah kematian.[1]
Bagi yang masih bermalasan-malasan melakukan ibadah di luar bulan Ramadhan,
hendaklah ingatbahwa kematian bisa mendatangi seseorang dimana saja dan
kapan saja. Ketika kematian sudah tiba, kesempatan beramal sudah berakhir,
dan tiba waktunya mempertanggungjawabkan kesempatan yang Allah Azza wa Jalla
berikan kepada kita. Sudah siapkah kita empertanggungjawabkan amalan kita,
jika sewaktu-waktu dipanggil oleh Allah Azza wa Jalla ? Allah Azza wa Jalla
berfirman :
إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا
فِي الْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا
تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari
Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam
rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang
akan diusahakannya besok. Serta tiada seorang pun yang dapat mengetahui di
bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. [Luqmân/31:34]
Renungkanlah pesan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Abdullâh
bin ‘Umar bin Khaththâb Radhiyallahu ‘anhu, seorang Sahabat dan putra dari
seorang Sahabat pula yang berbunyi :
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلِ وَكَانَ ابْنُ
عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ وَإِذَا
أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ
وَمِنْ حَيَا تِكَ لِمَوْ تِكَ
Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang
melakukan perjalanan !” Ibnu Umar mengatakan : “Jika engkau berada di waktu
sore, jangan menunggu waktu pagi dan jika engkau berada di waktu pagi,
jangan menunggu waktu sore. Ambillah (kesempatan) dari waktu sehat untuk
(bekal) di waktu sakitmu dan ambillah kesempatan dari waktu hidupmu untuk
bekal matimu [HR. Bukhâri]
Banyak lagi ayat dan hadits senada dengannya yang menganjurkan kita agar
bertakwa setiap saat. Ya Allah Azza wa Jalla, tanamkanlah ketakwaan dalam
jiwa-jiwa kami dan bersihkanlah jiwa-jiwa kami ! Sesungguhnya tidak ada yang
bisa membersihkan jiwa-jiwa kecuali Engkau.
2. ZAKAT MÂL
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn ditanya: “Apakah sedekah dan zakat
hanya dikeluarkan pada bulan Ramadhan?” Beliau rahimahullah menjawab :
“Sedekah tidak hanya pada bulan Ramadhan. Amalan ini disunnahkan dan
disyariatkan pada setiap waktu. Sedangkan zakat, maka wajib dikeluarkan
ketika harta itu telah genap setahun, tanpa harus menunggu bulan Ramadhan,
kecuali kalau Ramadhan sudah dekat. Misalnya, hartanya akan genap setahun
(menjadi miliknya) pada bulan Sya’ban, lalu dia menunggu bulan Ramadhan
untuk mengeluarkan zakat, ini tidak masalah. Namun, jika haulnya (genap
setahunnya) pada bulan Muharram, maka zakatnya tidak boleh ditunda sampai
Ramadhan. Namun, si pemilik harta, bisa juga mengeluarkan zakatnya lebih
awal, misalnya dibayarkan pada bulan Ramadhan, dua bulan sebelum genap
setahun. Memajukan waktu pembayaran zakat tidak masalah, akan tetapi menunda
penyerahan zakat dari waktu yang telah diwajibkan itu tidak boleh. Karena
kewajiban yang terkait dengan suatu sebab, maka kewajiban itu wajib
dilaksanakan ketika apa yang menjadi penyebabnya ada. Kemudian alasan lain,
tidak ada seorang pun yang bisa menjamin bahwa dia akan masih hidup sampai
batas waktu yang direncanakan untuk melaksanakan ibadahnya yang tertunda.
Terkadang dia meninggal (sebelum bisa melaksanakannya-pent), sehingga zakat
masih menjadi tanggungannya sementara para ahli waris terkadang tidak tahu
bahwa si mayit masih memiliki tanggungan zakat.[2]
Keistimewaan bulan Ramadhan memang menggiurkan setiap insan yang beriman
dengan hari Akhir. Mungkin inilah sebabnya, sehingga sebagian orang yang
terkena kewajiban zakat menunda zakatnya, padahal mestinya tidak. Apalagi
kalau melihat kepentingan orang-orang yang berhak menerima zakat. Dan
biasanya, mereka lebih membutuhkan zakat di luar bulan Ramadhan, karena
sedikit orang bershadaqah, berbeda dengan pada bulan Ramadhan, banyak sekali
orang-orang yang mau bershadaqah. Dan ini memang dicontohkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di luar Ramadhan, Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam terkenal dermawan, dan ketika Ramadhan tiba beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam lebih dermawan lagi [3], sampai dikatakan : Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dermawan dibandingkan dengan angin yang
bertiup.[4]
3. MENGKHATAMKAN AL-QUR’ÂN ?
Di antara hal yang sangat menggembirakan dan menyejukkan hati ketika
memasuki bulan Ramadhan yaitu semangat kaum Muslimin dalam melaksanakan
ibadah, termasuk di antaranya membaca al-Qur’ân. Hampir tidak ada masjid
yang kosong dari kaum Muslimin yang membaca al-Qur’ân. Pemandangan seperti
ini jarang bisa didapatkan di luar bulan Ramadhan, kecuali di beberapa
tempat tertentu. Yang menjadi pertanyaan, haruskah seorang Muslim
mengkhatamkan bacaan al-Qur’ânnya di bulan Ramadhan ?
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah menjawab :
“Mengkhatamkan al-Qur’ân pada bulan Ramadhan bagi orang yang sedang berpuasa
bukan suatu hal yang wajib. Namun, pada bulan Ramadhan, semestinya kaum
Muslimin memperbanyak membaca al-Qur’ân, sebagaimana Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
didatangi oleh malaikat Jibrîl pada setiap bulan Ramadhan untuk mendengarkan
bacaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[5]
Dalam hadits shahîh dijelaskan :
إِنَّ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمَ كَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ سَنَةٍ فِي
رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ فَيَعْرِضُ عَلَيْهِ رَسُوْل ُاللَّهِ صَلَى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْ آنَ فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيْلُ كَان
رَسُوْل ُاللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ َ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ
مِنْ الرِّ يْحِ المُرْ سَلَةِ
Sesungguhnya Jibril mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
setiap tahun pada bulan Ramadhan sampai habis bulan Ramadhan. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperdengarkan bacaan al-Qur’ân kepada
Jibril. Ketika Jibril menjumpai Rasulullah, beliau lebih pemurah
dibandingkan dengan angin yang ditiupkan [HR Muslim]
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan : “Dalam hadits ini terdapat beberapa
faidah, di antaranya ; menjelaskan kedermawanan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, juga menjelaskan tentang anjuran untuk memperbanyak
kebaikan pada bulan Ramadhan; dianjurkan untuk semakin baik ketika berjumpa
dengan orang-orang shalih; di antaranya juga anjuran untuk bertadarrus
al-Qur’ân”[6]
4. ZIARAH KUBUR
Sudah menjadi pemandangan yang biasa terjadi di lingkungan kita, khususnya
Indonesia, pada harihari menjelang bulan Ramadhan ataupun di penghujung
bulan yang penuh barakah ini, sebagian kaum Muslimin berbondong-bondong
pergi ke kuburan untuk ziarah. Waktu dan biaya yang mereka keluarkan seakan
tidak menjadi masalah, asalkan bisa menziarahi kubur sanak famili.
Bagaimanakah sebenarnya tuntunan dalam ziarah kubur ? Bolehkah kita
menentukan hari-hari tertentu untuk melakukan ziarah kubur?
Ziarah kubur itu disyari’at supaya yang masih hidup bisa mengambil pelajaran
dan bisa membantu mengingat akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَ كِّرُكُمْ الآخِرَةَ
Hendaklah kalian ziarah kubur, karena ziarah kubur bisa membuat kalian
mengingat akhirat. [HR Ibnu Mâjah] [7]
Dalam hadits ini dijelaskan dengan gambling bahwa tujuan ziarah kubur itu
supaya bisa mengingat akhirat. Jadi, manfaatnya untuk yang masih hidup.
Dalam hadits lain dijelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengajarkan do’a kepada para Sahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang hendak ziarah kubur.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الذِّيَارِ مِنَ الْمُؤْ مِنِيْنَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَا ءَاللّهُ لاَ حِقُوْنَ أَسْاَلُ اللَّهَِ
لَنَا وَلَكُمْ الْعَا فِيَةَ
Semoga keselamatan bagi kalian wahai kaum Mukminin dan kaum Muslimin,
penghuni kuburan. Sesungguhnya kami pasti akan menyusul kalian insya Allah.
Aku memohon keselamatan buat kami dan buat kalian [HR Muslim]
Ini menunjukkan manfaat lain dari ziarah kubur yaitu berkesempatan untuk
mendo’akan kaum Muslimin yang sudah meninggal, meskipun untuk mendo’akan
mereka tidak harus ziarah ke kuburan mereka.
Sedangkan mengenai penentuan hari-hari tertentu untuk ziarah kubur, para
Ulama menyatakan tidak ada riwayat yang menjelaskan bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menentuan hari-hari tertentu untuk ziarah
kubur.[8] Ziarah kubur bisa dilakukan kapan saja dan hari apa saja. Ziarah
kubur bisa dilakukan ketika ada kesempatan, tanpa menentukan waktu-waktu
tertentu. Mengkhususkan hari tertentu untuk ziarah kubur bisa menyebabkan
pelakunya terseret ke dalam perbuatan bid’ah. Apalagi jika disertai dengan
halhal menyimpang, seperti ziarah kubur dengan tujuan meminta sesuatu kepada
penghuni kubur atau meyakini si penghuni kubur memiliki kemampuan untuk
menangkal bahaya atau memberi manfaat. Jika demikian, maka si pelaku bisa
terjebak dalam perbuatan syirik, iyâdzan billâh.
5. I’TIKAF
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn ketika ditanya : “Apakah disyari’at
I’tikâf pada di luar bulan Ramadhan ?
Beliau rahimahullah menjawab : “I’tikaf yang disyari’atkan yaitu pada bulan
Ramadhan saja, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
melakukan I’tikaf di luar Ramadhan, kecuali pada bulan Syawâl, saat beliau
tidak bisa melakukan I’tikâf pada bulan Ramadhan tahun itu.[9] Namun,
seandainya ada yang melakukan I’tikâf di luar bulan Ramadhan, maka itu
boleh. Karena Umar Radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Aku bernadzar untuk melakukan I’tikâf
selama satu malam atau satu hari di Masjidil Haram.” Lalu Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Penuhilah nadzarmu !”[10] Namun
kaum Muslimin tidak dituntut untuk melakukannya di luar Ramadhan.[11]
Demikian beberapa hal yang berkait dengan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan
oleh sebagian kaum Muslimin, semoga menjadi renungan bagi kita
semua.(Redaksi)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XIII/1430H/2009M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8
Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]
_______
Footnote
[1]. Majm�� Fat�w� wa Ras�il, Syaikh Muhammad bin Sh�lih al Utsaim�n , 20/88
[2]. Majm�� Fat�w� wa Ras�il, Syaikh Muhammad bin Sh�lih al Utsaimin , 18/459. fatwa tentang larangan menunda pembayaran
zakat mal dari waktu wajibnya juga dikeluarkan oleh lajnah D�imah, 9/392-393
[3]. Dikeluarkan oleh al-Bukh�ri dan Muslim
[4]. HR al-Bukh�ri, no. 1902 dan Muslim
[5]. Majm�� Fat�w� wa Ras�il, Syaikh Muhammad bin Sh�lih al Utsaim�n , 20/184
[6]. Syarhun Nawawi,15/69
[7]. Fat�w� Lajnatud D�imah Lil Buh�ts wal Ift��, 9/113
[8]. Lihat Fat�w� Lajnah D�imah, 9/113
[9]. HR Bukh�ri, no. 2041 dan Muslim, no. 1173
[10]. HR Bukh�ri, no. 2032 dan Muslim, no. 1656
[11]. Majm�� Fat�w� wa Ras�il, Syaikh Muhammad bin Sh�lih al-Utsaim�n , 20/15
terobati dan penantian telah berakhir. Selayaknya setiap insane Muslim
memanfaatkan kesempatan emas ini sebelum Ramadhan berlalu. Marilah kita
mengoreksi diri agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahan di masa silam.
Semoga sisa usia yang terbatas dengan ajal ini bisa termanfaatkan dengan
baik untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya dan menjadi penghapus segala
dosa.
Kedatangan bulan Ramadhan teramat sangat sayang bila dibiarkan begitu saja.
Itulah sebabnya, semangat berlomba melakukan kebaikan bergelora pada bulan
yang penuh barakah ini. Namun, haruskah semangat berlomba-lomba ini hanya
ada di bulan ini saja ? Ingat, Allah Azza wa Jalla berfirman :
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan [al-Baqarah/2:148]
Sebagai upaya mengingatkan diri, kami mencoba menyajikan beberapa masalah
yang biasa dilakukan oleh kaum Muslimin di bulan Ramadhan. Selamat menelaah!
1. SEMANGAT BERIBADAH
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah ditanya tentang sebagian
kaum Muslimin yang kurang perhatian terhadap ibadah shalat sepanjang tahun.
Namun, ketika Ramadhan tiba, mereka bergegas melakukan shalat, puasa dan
membaca al-Qur’ân serta mengerjakan berbagai ibadah yang lain. Terhadap
orang seperti ini, Syaikh rahimahullah mengatakan : “Hendaknya mereka
senantiasa menanamkan ketakwaan kepada Allah Azza wa Jalla di dalam hati
mereka. Hendaklah mereka beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dengan
melaksanakan semua yang menjadikan kewajiban mereka di setiap waktu dan
dimanapun juga. Karena, tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan maut
menjemputnya? Bisa jadi, seseorang mengharapkan kedatangan bulan Ramadhan.
Namun, ternyata dia tidak mendapatkannya. Allah Azza wa Jalla tidak
menentukan batas akhir ibadah kecuali kematian. Allah Azza wa Jalla
berfirman :
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
Dan sembahlah Rabb kalian sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)
[al-Hijr/15:99]
Pengertian al-Yaqîn dalam ayat di atas adalah kematian.[1]
Bagi yang masih bermalasan-malasan melakukan ibadah di luar bulan Ramadhan,
hendaklah ingatbahwa kematian bisa mendatangi seseorang dimana saja dan
kapan saja. Ketika kematian sudah tiba, kesempatan beramal sudah berakhir,
dan tiba waktunya mempertanggungjawabkan kesempatan yang Allah Azza wa Jalla
berikan kepada kita. Sudah siapkah kita empertanggungjawabkan amalan kita,
jika sewaktu-waktu dipanggil oleh Allah Azza wa Jalla ? Allah Azza wa Jalla
berfirman :
إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا
فِي الْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا
تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari
Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam
rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang
akan diusahakannya besok. Serta tiada seorang pun yang dapat mengetahui di
bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. [Luqmân/31:34]
Renungkanlah pesan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Abdullâh
bin ‘Umar bin Khaththâb Radhiyallahu ‘anhu, seorang Sahabat dan putra dari
seorang Sahabat pula yang berbunyi :
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلِ وَكَانَ ابْنُ
عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ وَإِذَا
أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ
وَمِنْ حَيَا تِكَ لِمَوْ تِكَ
Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang
melakukan perjalanan !” Ibnu Umar mengatakan : “Jika engkau berada di waktu
sore, jangan menunggu waktu pagi dan jika engkau berada di waktu pagi,
jangan menunggu waktu sore. Ambillah (kesempatan) dari waktu sehat untuk
(bekal) di waktu sakitmu dan ambillah kesempatan dari waktu hidupmu untuk
bekal matimu [HR. Bukhâri]
Banyak lagi ayat dan hadits senada dengannya yang menganjurkan kita agar
bertakwa setiap saat. Ya Allah Azza wa Jalla, tanamkanlah ketakwaan dalam
jiwa-jiwa kami dan bersihkanlah jiwa-jiwa kami ! Sesungguhnya tidak ada yang
bisa membersihkan jiwa-jiwa kecuali Engkau.
2. ZAKAT MÂL
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn ditanya: “Apakah sedekah dan zakat
hanya dikeluarkan pada bulan Ramadhan?” Beliau rahimahullah menjawab :
“Sedekah tidak hanya pada bulan Ramadhan. Amalan ini disunnahkan dan
disyariatkan pada setiap waktu. Sedangkan zakat, maka wajib dikeluarkan
ketika harta itu telah genap setahun, tanpa harus menunggu bulan Ramadhan,
kecuali kalau Ramadhan sudah dekat. Misalnya, hartanya akan genap setahun
(menjadi miliknya) pada bulan Sya’ban, lalu dia menunggu bulan Ramadhan
untuk mengeluarkan zakat, ini tidak masalah. Namun, jika haulnya (genap
setahunnya) pada bulan Muharram, maka zakatnya tidak boleh ditunda sampai
Ramadhan. Namun, si pemilik harta, bisa juga mengeluarkan zakatnya lebih
awal, misalnya dibayarkan pada bulan Ramadhan, dua bulan sebelum genap
setahun. Memajukan waktu pembayaran zakat tidak masalah, akan tetapi menunda
penyerahan zakat dari waktu yang telah diwajibkan itu tidak boleh. Karena
kewajiban yang terkait dengan suatu sebab, maka kewajiban itu wajib
dilaksanakan ketika apa yang menjadi penyebabnya ada. Kemudian alasan lain,
tidak ada seorang pun yang bisa menjamin bahwa dia akan masih hidup sampai
batas waktu yang direncanakan untuk melaksanakan ibadahnya yang tertunda.
Terkadang dia meninggal (sebelum bisa melaksanakannya-pent), sehingga zakat
masih menjadi tanggungannya sementara para ahli waris terkadang tidak tahu
bahwa si mayit masih memiliki tanggungan zakat.[2]
Keistimewaan bulan Ramadhan memang menggiurkan setiap insan yang beriman
dengan hari Akhir. Mungkin inilah sebabnya, sehingga sebagian orang yang
terkena kewajiban zakat menunda zakatnya, padahal mestinya tidak. Apalagi
kalau melihat kepentingan orang-orang yang berhak menerima zakat. Dan
biasanya, mereka lebih membutuhkan zakat di luar bulan Ramadhan, karena
sedikit orang bershadaqah, berbeda dengan pada bulan Ramadhan, banyak sekali
orang-orang yang mau bershadaqah. Dan ini memang dicontohkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di luar Ramadhan, Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam terkenal dermawan, dan ketika Ramadhan tiba beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam lebih dermawan lagi [3], sampai dikatakan : Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dermawan dibandingkan dengan angin yang
bertiup.[4]
3. MENGKHATAMKAN AL-QUR’ÂN ?
Di antara hal yang sangat menggembirakan dan menyejukkan hati ketika
memasuki bulan Ramadhan yaitu semangat kaum Muslimin dalam melaksanakan
ibadah, termasuk di antaranya membaca al-Qur’ân. Hampir tidak ada masjid
yang kosong dari kaum Muslimin yang membaca al-Qur’ân. Pemandangan seperti
ini jarang bisa didapatkan di luar bulan Ramadhan, kecuali di beberapa
tempat tertentu. Yang menjadi pertanyaan, haruskah seorang Muslim
mengkhatamkan bacaan al-Qur’ânnya di bulan Ramadhan ?
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah menjawab :
“Mengkhatamkan al-Qur’ân pada bulan Ramadhan bagi orang yang sedang berpuasa
bukan suatu hal yang wajib. Namun, pada bulan Ramadhan, semestinya kaum
Muslimin memperbanyak membaca al-Qur’ân, sebagaimana Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
didatangi oleh malaikat Jibrîl pada setiap bulan Ramadhan untuk mendengarkan
bacaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[5]
Dalam hadits shahîh dijelaskan :
إِنَّ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمَ كَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ سَنَةٍ فِي
رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ فَيَعْرِضُ عَلَيْهِ رَسُوْل ُاللَّهِ صَلَى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْ آنَ فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيْلُ كَان
رَسُوْل ُاللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ َ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ
مِنْ الرِّ يْحِ المُرْ سَلَةِ
Sesungguhnya Jibril mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
setiap tahun pada bulan Ramadhan sampai habis bulan Ramadhan. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperdengarkan bacaan al-Qur’ân kepada
Jibril. Ketika Jibril menjumpai Rasulullah, beliau lebih pemurah
dibandingkan dengan angin yang ditiupkan [HR Muslim]
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan : “Dalam hadits ini terdapat beberapa
faidah, di antaranya ; menjelaskan kedermawanan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, juga menjelaskan tentang anjuran untuk memperbanyak
kebaikan pada bulan Ramadhan; dianjurkan untuk semakin baik ketika berjumpa
dengan orang-orang shalih; di antaranya juga anjuran untuk bertadarrus
al-Qur’ân”[6]
4. ZIARAH KUBUR
Sudah menjadi pemandangan yang biasa terjadi di lingkungan kita, khususnya
Indonesia, pada harihari menjelang bulan Ramadhan ataupun di penghujung
bulan yang penuh barakah ini, sebagian kaum Muslimin berbondong-bondong
pergi ke kuburan untuk ziarah. Waktu dan biaya yang mereka keluarkan seakan
tidak menjadi masalah, asalkan bisa menziarahi kubur sanak famili.
Bagaimanakah sebenarnya tuntunan dalam ziarah kubur ? Bolehkah kita
menentukan hari-hari tertentu untuk melakukan ziarah kubur?
Ziarah kubur itu disyari’at supaya yang masih hidup bisa mengambil pelajaran
dan bisa membantu mengingat akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَ كِّرُكُمْ الآخِرَةَ
Hendaklah kalian ziarah kubur, karena ziarah kubur bisa membuat kalian
mengingat akhirat. [HR Ibnu Mâjah] [7]
Dalam hadits ini dijelaskan dengan gambling bahwa tujuan ziarah kubur itu
supaya bisa mengingat akhirat. Jadi, manfaatnya untuk yang masih hidup.
Dalam hadits lain dijelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengajarkan do’a kepada para Sahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang hendak ziarah kubur.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الذِّيَارِ مِنَ الْمُؤْ مِنِيْنَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَا ءَاللّهُ لاَ حِقُوْنَ أَسْاَلُ اللَّهَِ
لَنَا وَلَكُمْ الْعَا فِيَةَ
Semoga keselamatan bagi kalian wahai kaum Mukminin dan kaum Muslimin,
penghuni kuburan. Sesungguhnya kami pasti akan menyusul kalian insya Allah.
Aku memohon keselamatan buat kami dan buat kalian [HR Muslim]
Ini menunjukkan manfaat lain dari ziarah kubur yaitu berkesempatan untuk
mendo’akan kaum Muslimin yang sudah meninggal, meskipun untuk mendo’akan
mereka tidak harus ziarah ke kuburan mereka.
Sedangkan mengenai penentuan hari-hari tertentu untuk ziarah kubur, para
Ulama menyatakan tidak ada riwayat yang menjelaskan bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menentuan hari-hari tertentu untuk ziarah
kubur.[8] Ziarah kubur bisa dilakukan kapan saja dan hari apa saja. Ziarah
kubur bisa dilakukan ketika ada kesempatan, tanpa menentukan waktu-waktu
tertentu. Mengkhususkan hari tertentu untuk ziarah kubur bisa menyebabkan
pelakunya terseret ke dalam perbuatan bid’ah. Apalagi jika disertai dengan
halhal menyimpang, seperti ziarah kubur dengan tujuan meminta sesuatu kepada
penghuni kubur atau meyakini si penghuni kubur memiliki kemampuan untuk
menangkal bahaya atau memberi manfaat. Jika demikian, maka si pelaku bisa
terjebak dalam perbuatan syirik, iyâdzan billâh.
5. I’TIKAF
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn ketika ditanya : “Apakah disyari’at
I’tikâf pada di luar bulan Ramadhan ?
Beliau rahimahullah menjawab : “I’tikaf yang disyari’atkan yaitu pada bulan
Ramadhan saja, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
melakukan I’tikaf di luar Ramadhan, kecuali pada bulan Syawâl, saat beliau
tidak bisa melakukan I’tikâf pada bulan Ramadhan tahun itu.[9] Namun,
seandainya ada yang melakukan I’tikâf di luar bulan Ramadhan, maka itu
boleh. Karena Umar Radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Aku bernadzar untuk melakukan I’tikâf
selama satu malam atau satu hari di Masjidil Haram.” Lalu Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Penuhilah nadzarmu !”[10] Namun
kaum Muslimin tidak dituntut untuk melakukannya di luar Ramadhan.[11]
Demikian beberapa hal yang berkait dengan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan
oleh sebagian kaum Muslimin, semoga menjadi renungan bagi kita
semua.(Redaksi)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XIII/1430H/2009M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8
Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]
_______
Footnote
[1]. Majm�� Fat�w� wa Ras�il, Syaikh Muhammad bin Sh�lih al Utsaim�n , 20/88
[2]. Majm�� Fat�w� wa Ras�il, Syaikh Muhammad bin Sh�lih al Utsaimin , 18/459. fatwa tentang larangan menunda pembayaran
zakat mal dari waktu wajibnya juga dikeluarkan oleh lajnah D�imah, 9/392-393
[3]. Dikeluarkan oleh al-Bukh�ri dan Muslim
[4]. HR al-Bukh�ri, no. 1902 dan Muslim
[5]. Majm�� Fat�w� wa Ras�il, Syaikh Muhammad bin Sh�lih al Utsaim�n , 20/184
[6]. Syarhun Nawawi,15/69
[7]. Fat�w� Lajnatud D�imah Lil Buh�ts wal Ift��, 9/113
[8]. Lihat Fat�w� Lajnah D�imah, 9/113
[9]. HR Bukh�ri, no. 2041 dan Muslim, no. 1173
[10]. HR Bukh�ri, no. 2032 dan Muslim, no. 1656
[11]. Majm�� Fat�w� wa Ras�il, Syaikh Muhammad bin Sh�lih al-Utsaim�n , 20/15
Posted in: Puasa